Senin, 24 Agustus 2009

ULAMA BANJAR DAN KARYA-KARYANYA DI BIDANG TAUHID

Oleh: Rahmadi


Pendahuluan

Substansi ajaran Islam secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok ajaran. Pertama, ajaran tentang akidah, yaitu ajaran-ajaran yang dibahas dalam ilmu ushûl al-dîn. Kedua, ajaran tentang hukum-hukum ‘amalî (praktis), yaitu ajaran-ajaran yang dibahas dalam ilmu fiqih. Ketiga, ajaran tentang akhlak, penyucian diri dan pendekatan diri kepada Allah, yaitu ajaran-ajaran yang dibahas dalam ilmu tasawuf.

Ketiga inti ajaran Islam ini dikaji oleh umat Islam di seluruh dunia dari dulu sampai kini termasuk juga di Kalimantan Selatan. Di kalangan masyarakat Banjar, ketiga bidang ilmu ini dipelajari diberbagai majelis taklim yang diadakan oleh sejumlah tuan guru yang memiliki otoritas di bidangnya. Selain itu, sejumlah lembaga pendidikan Islam baik pesantren maupun madrasah juga mengajarkan ketiga ajaran Islam ini.

Dari ketiga substansi ajaran Islam itu, di kalangan masyarakat Banjar kajian tentang ilmu tauhid atau akidah menempati posisi penting sebagai modal dasar pengetahuan agama yang harus ditanamkan sejak awal. Karena itulah sejumlah pengajian di kalangan masyarakat Banjar hampir tidak pernah melewatkan kajian di bidang tauhid untuk diajarkan baik untuk pemula (awam) maupun untuk tingkat lanjutan (terpelajar).

Bukti dari perhatian khusus dari para ulama maupun kalangan masyarakat sendiri adalah banyaknya kitab atau buku tauhid yang beredar di Kalimantan Selatan baik yang berbahasa Arab, Arab-Melayu maupun berbahasa Indonesia. Sedikitnya ada 29 buah kitab tauhid edisi bahasa Arab dan Arab Melayu yang dikaji oleh masyarakat dan menjadi referensi intelektual kalangan terpelajar (tuan guru, santri, akademisi dan kalangan terdidik lainnya). Ini belum termasuk buku-buku tauhid berbahasa Indonesia yang tidak terhitung jumlahnya baik yang ditulis oleh ulama lokal maupun ulama atau sarjana Islam dari luar.

Bukti mengenai posisi penting kajian tauhid dalam masyarakat Banjar dapat pula dilihat dari keseriusan para ulama Banjar untuk melahirkan sejumlah tulisan dalam bidang ilmu tauhid. Sejak kedatangan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812 M) dari Mekkah ke Martapura pada tahun 1772 M setelah selama hampir 40 tahun menuntut ilmu tulisan di bidang tauhid mulai bermunculan. Pada abad ke-18 tepatnya tahun 1774 M Syekh Arsyad menulis dua buah risalah Arab-Melayu dalam ilmu tauhid yang berjudul Ushul-al-Dîn (tidak dicetak) dan Tuhfat al-Râghibîn. Kemudian pada abad ke-19 tepatnya tahun 1832 salah seorang keturunan Syekh Arsyad al-Banjari yang bernama Syekh Muhammad Thayyib bin Mas’ud al-Banjari, seorang ulama berdarah Banjar-Kedah, melahirkan karya tauhid yang berjudul Miftâh al-Jannah. Kemudian pada abad ke-20 kemunculan kitab-kitab tauhid karya ulama Banjar semakin banyak, di antaranya ‘Aqâ`id al-Îmân karya Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari yang ditulis pada tahun 1920 M, Risâlat al-tawhîd karya Syekh Muhammad Kasyful Anwar al-Banjari (tidak diketahui tahun penulisannya), Ibtidâ` al-Tawhîd karya Haji Abdul Qadir Noor bin Buwasin yang ditulis pada tahun 1937 M, Sirâj al-Mubtadi`în karya Haji Asy’ari Sulaiman yang ditulis tahun 1939 M. Kemudian bermunculan pula karya tauhid yang bercorak akademis seperti yang ditulis oleh Abdul Muthalib Muhyiddin yang berjudul Risalah Ushuluddin (tahun 1968) dan Risalah tauhid (diktat kuliah yang ditulis pada tahun 1971). Kemudian karya bercorak akademis di bidang akidah sebagaimana yang ditulis oleh Abdul Muthalib Muhyiddin juga ditulis oleh Gusti Abdul Muis yang berjudul Akidah dan Perkembangan Ilmu Kalam (diterbitkan pada tahun 1988 M).

Maraknya pengajian tauhid, banyaknya kitab tauhid yang beredar dan kontinuitas penulisan kitab tauhid yang dilakukan oleh ulama Banjar menarik perhatian para akademisi untuk diteliti. Penelitian tentang pengajian tauhid dan kitab tauhid yang beredar di Kalimantan Selatan telah berulang kali dilakukan. Paling tidak pada tahun 1982, 1985, 1995 dan 1998 telah dilakukan penelitian tentang topk itu. Ini belum termasuk penelitian tentang corak pemahaman tauhid masyarakat Banjar. Namun dari sejumlah penelitian yang ada, penelitian tentang biografi ulama penulis kitab tauhid dan kajian tentang seputar kitab tauhid yang mereka tulis belum mendapat perhatian, atau malah belum sama sekali menjadi fokus penelitian. Padahal, sebagaimana disebutkan di atas, banyak ulama Banjar yang menulis kitab tauhid dan kitab tauhid mereka menjadi bahan kajian baik di majelis taklim maupun di pesantren bahkan di perguruan tinggi. Karena itu, diperlukan sebuah penelitian yang berusaha untuk memotret dan mendeskripsikan latar belakang hidup ulama Banjar penulis kitab tauhid berikut kitab tauhid yang mereka tulis. Atas dasar inilah, penelitian tentang ulama Banjar dan karya-karyanya di bidang tauhid ini dilakukan.

Ulama Banjar dan Karya Tauhidnya

1. Muhammad Thayyib bin Mas’ud al-Banjari (hidup antara 1800-1900)

a. Sketsa Biografi Muhammad Thayyib bin Mas’ud al-Banjari

Nama lengkapnya adalah Syekh Muhammad Thayyib bin Mas’ud al-Banjari al-Khalidi al-Naqsyabandi. Ia adalah keturunan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang menetap di Kedah Malaysia. Ayahnya bernama Mas’ud bin Qadhi Abu Su’ud sedang ibunya bernama Rahmah. Kakeknya yang bernama Qadhi Abu Su’ud adalah anak Syekh Muhammad Arsyad dari isterinya yang bernama Tuan Bidur.

Tidak diketahui secara persis kapan dan dimana Muhammad Thayyib dilahirkan dan kapan ia meninggal. Namun dapat dipastikan bahwa ia hidup di abad ke-19 (1800-an) karena sejumlah karyanya ditulis dan diselesaikan pada kurun waktu ini. Juga diduga kuat bahwa ia tumbuh besar dan menghabiskan masa hidupnya di Kedah.

Muhammad Thayyib memulai pendidikannya di bawah pengajaran kakeknya (Qadhi Abu Su’ud bin Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari) dan ayahnya (haji Mas’ud). Selain itu, ia juga belajar ke sejumlah ulama yang memiliki hubungan silsilah dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Karena itu, ia banyak mengunjungi ulama yang memiliki hubungan keluarga dengannya baik di tanah Banjar, Jawa, Bangka Belitung dan Mekkah.

Muhammad Thayyib diyakini dekat dengan kalangan istana kesultanan Kedah karena kakeknya adalah guru yang berpengaruh di kalangan istana sedang ayahnya adalah panglima perang kesultanan Kedah. Sebagai ulama penerus Qadhi Abu Su’ud, Muhammad Thayyib termasuk ulama populer dan disegani di Kedah dan memiliki banyak murid. Di antara murid Muhammad Thayyib yang menjadi ulama Melayu populer di Asia Tenggara adalah Syekh Zainal Abidin bin Muhammad al-Fathani

Muhammad Thayyib memiliki sejumlah karya tulis, yaitu: (1) Miftâh al-Jannah fî Bayân al-‘Aqîdah, (2) Fath al-Hâdî, dan (3) Bidâyat al-Ghilmân fî Bayân Arkân al-Îmân. Masih ada lagi karyanya yang lain yang masih dalam bentuk manuskrif.

Muhammad Thayyib adalah salah seorang ulama Besar Melayu yang berjasa dalam mengembangkan Islam di Kedah dan sekitarnya. Ia meneruskan tradisi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari memperjuangkan dan menyiarkan Islam. Keturunannya juga meneruskan perjuangannya menyiarkan Islam. Cucunya sekaligus muridnya, Tuan Haji Husin Kedah (w. 1354 H/1935 M) berhasil membangun lembaga pendidikan Islam yang mampu melahirkan sejumlah ulama terkenal baik di Malaysia, Fatani maupun Indonesia.

b. Identitas dan deskripsi singkat kitab Miftâh al-Jannah

Ada beberapa versi judul risalah ini yaitu Miftâh al-Jannah fî Bayân al-‘Aqîdah dan Miftâh al-Jannah fî Ushûl al-Dîn wa al-‘Aqâ`id, ada pula yang menyebutnya Miftâh al-Jannah Melayu. Kitab ini diselesaikan pada 16 Syawal 1247 H (19 Maret 1832 M) Kitab ini telah dicetak berkali-kali oleh berbagai penerbit di antaranya Mathba’ah al-Mishriyyah al-Kainah Mekkah pada 1321 H (1903 atau 1904 M) dan 1327 H (1909 atau 1910 M), al-Haramain Singapura tanpa tahun penerbitan, Syirkah Bungkul Indah di Surabaya tanpa menyebut tahun penerbitan dan Maktabah Ahmad Ibnu Sa’id bin Nabhan wa Awladih juga tanpa tahun penerbitan.

Secara garis besar substansi kitab Miftâh al-Jannah berisi tentang enam bahasan utama. Pertama, makna dan pembagian hukum. Di sini dikupas tentang tiga klasifikasi hukum yaitu hukum syara’, hukum adat dan hukum akal. Kedua, makna akal, makna mukallaf, hakikat ma’rifah dan arti taklid. Ketiga, rincian tentang sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah beserta lawannya serta klasifikasi sifat Allah ke dalam sifat nafsiyyah, salbiyyah, ma’ânî dan ma’nawiyah. Inilah bahasan utama kitab ini. Keempat, penjelasan tentang kandungan lâilâhaillallâh dan makna ketuhanan. Secara keseluruhan jumlah ‘aqâ`id yang terkandung dalam kalimat lailâhaillallâh ada 50 ‘aqâ`id. Sedang makna ketuhanan terdiri dari dua makna yaitu (1) istighnâ al-ilâh ‘an kull mâ siwâh dan (2) iftiqâr kull mâ siwâh ilayh. Kelima, Sifat wajib, mustahil dan harus bagi rasul. Di sini disebutkan empat sifat rasul yaitu shidiq, amanah dan tablîgh dan al-a‘râdh al-basyariyyah. Keenam, kandungan kalimat Muhammadurrasûlullâh. Di dalamnya terkandung 16 ‘aqâ`id. Dengan demikian kalimat lâilâhaillallâh Muhammadurrasûlullâh secara keseluruhan mengandung 66 ‘aqâ`id.

2. Abdurrahman Shiddiq al-Banjari (1857-1939 M)

a. Sketsa Biografi Abdurrahman Shiddiq al-Banjari

Nama lengkapnya adalah Syekh Abdurrahman Shiddiq bin Haji Muhammad Afif bin Haji Anang Mahmud bin Haji Jamaluddin bin Kyai Dipa Sinta Ahmad bin Fardi bin Jamaluddin bin Ahmad al-Banjari. Ia dilahirkan pada tahun 1284 H./1857 M. di Kampung Dalam Pagar sekitar 3,5 kilometer dari Martapura. Ibunya bernama Safura binti Syekh Mufti Haji Muhammad Arsyad bin Syekh Mufti Haji Muhammad As’ad.

Abdurrahman Shiddiq memulai studinya di sebuah pesantren di Dalam Pagar, Martapura. Selanjutnya ia belajar dengan pamannya yang mahir dalam bahasa Arab dan kepada Sayid Wali, seorang ulama terkemuka di Martapura selama empat tahun sampai ia mampu memahami kitab-kitab Arab klasik. Pada tahun 1883 M, ia berangkat ke Mekkah untuk meneruskan studinya. Guru-gurunya di Mekkah di antaranya adalah Syekh Sayyid Bakr al-Syaththa’, Syekh Sayyid Bâbasyil, Syekh Nawawi Banten, dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Pada tahun 1890 ia kembali ke Martapura.

Setelah delapan bulan bermukim di Martapura, Abdurrahman Shiddiq berangkat ke Bangka. Diperkirakan ia bermukim di Bangka sejak tahun 1892/1893 M. Dalam rentang waktu kurang lebih 15 tahun dia mengembangkan ajaran-ajaran Islam di kawasan ini. Kemudia ia pindah ke Indragiri pada tahun 1909 M Di sini ia memangku jabatan Mufti Indragiri selama 27 tahun (1909-1936). Di sini ia membangun madrasah di Kampung Hidayat. Madrasah ini mengalami kemajuan sehingga dikenal sampai ke Singapura dan Malaysia.

Kitab atau risalah yang ditulis Abdurrahman Shiddiq adalah (1) majmū’ al-āyāt wa al-Ahādīts fī Fadāil al-Ilm wa al-‘Ulamā’ wa al-Mutā allimīn wa al-Mustami’īn, (2) Risālat ‘Amal Ma’rifah, (3) Syair Ibarat dan Khabar Kiamat: jalan Untuk Keinsapan, (4) Tadzkirah li Nafsī wa-li Amtsā lî min al-Ikhwān, (5) Asrā r al-Shalāt min ‘Iddat al-Kutub al-Mu’tamadah, (6) Risālah fī ‘Aqā’id al-īmān, (7) Pelajaran Kanak-Kanak Pada Agama Islam, (8) Jadwal Sifat Dua Puluh, (9) Terjemah Sittī n Mas’alah dan Jurū mī yah, (10) Fath al-‘alīm fī Tartīb al-Ta’līm, (11) Risâ lah Takmilat Qawl al-Mukhtashar, (12) Kitāb al-farā’id, (13) Bay’ al-Haywān lil-Kāfirīn, (14) Maw’izah li Nafsī wa li Amtsā lī min al-Ikhwān, (15) Risālah al-Arsyadīyah wa mā ‘Ulhiqa bihā, (16) Sejarah Perkembangan Islam di Kerajaan Banjar, (17) Ma’a Madkhal fī ‘Ilm al-sharf, dan (18) Beberapa Khutbah Mutlaqiah.

Setelah lama memangku jabatan mufti, pada tahun 1936 M ia mengundurkan diri dari jabatan mufti karena umur yang sudah uzur. Pada tanggal 4 Sya’ban 1358 Hijriyah bertepatan dengan 10 Maret 1939 Masehi Abdurrahman Shiddiq wafat dalam usia 82 tahun. Dia dimakamkan tidak jauh dari mesjid yang dibinanya di Kampung Hidayat, Sapat Indragiri.

b. Identitas dan deskripsi singkat kitab ‘Aqâ`id al-Îmân

Kitab ‘Aqâ`id al-Îmân ditulis di Inderagiri dan diterbitkan pertama kali tanggal 18 Sya’ban 1355 H. (2 Nopember 1936 M.) oleh penerbit Ahmadiyah, Singapora. Kitab ini dicetak pada kertas Koran (stensil) berjumlah 40 halaman dengan menggunakan bahasa Arab Melayu.

Kitab ini secara garis besar memuat tujuh pokok bahasan. Pertama, kewajiban setiap mukallaf mengetahui sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan Rasul. Kedua, masalah ta’alluq sifat ma’ani. Ketiga, pembagian sifat Allah dalam empat klasifikasi nafsiyah, salbiyah, ma’ani, dan ma’nawiyah, Keempat, dalil-dalil (burhân) sifat Allah dan Rasul. Kelima, masalah makna ketuhanan (uluhiyah) ke dalam dua makna yaitu istighna dan iftiqar. Keenam, kandungan kalimat syahadatain dalam akidah. Ketujuh, pembahasan dasar-dasar agama (ushûl al-dîn).

3. Muhammad Kasyful Anwar (1887-1940 M)

a. Sketsa Biografi Muhammad Kasyful Anwar

Syekh Muhammad Kasyful Anwar dilahirkan di Kampung Melayu Martapura tanggal 4 Rajab 1304 H (29 Maret 1887 M). Ayahnya bernama Haji Ismail bin Muhammad Arsyad dan ibunya bernama Hj. Maryam binti Abdur Rahim. Ia belajar agama pada guru-guru di Kampungnya di antaranya kepada Syekh Ismail bin Ibrahim dan Syekh Abdullah Khathib (keduanya zuriat Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari).

Pada tahun 1313 H (1896 M) ia berangkat ke Mekkah. Di sini ia belajar kepada Syekh Muhammad Amin bin Qadhi, al-Sayyid Ahmad ibn Abû Bakar al-Syaththâ, al-Habîb Ahmad ibn Hasan al-‘Aththâs, Syekh Muhammad ‘Alî ibn Husayn al-Mâlikî, Syekh ‘Umar Hamdân, Syekh ‘Umar Bâjunayd Muftî al-Syâfi’iyyah, Syekh Sa’îd al-Yamanî, Syekh Muhammad Shâlih ibn Muhammad Bâfadhal, Syekh Muhammad Ahyâth, dan al-Sayyid Muhammad Amîn al-Kutbî.

Setelah selama 17 tahun menimba ilmu di Mekkah, Kasyful Anwar kembali ke Martapura pada tahun 1330 H (1912 M). Sejak saat kepulangannya itu ia mulai mengajar dan berdakwah serta memimpin lembaga pendidikan Islam (Madrasah Darussalam). Ia juga pernah mengajar di Masjid al-Haram selama dua tahun dari tahun 1932 M sampai 1934 M.

Pada tahun 1922, Syekh Kasyful Anwar diangkat sebagai pimpinan Madrasah Darussalam menggantikan Tuan Guru Haji Hasan Ahmad (w. 1922). Ketika memimpin Madrasah Darussalam dari tahun 1922 sampai 1940, ia banyak melakukan pembaruan pendidikan di Madrasah ini sehingga mengalami perbaikan sistem pengajaran dan peningkatan santri. Atas jasanya itu ia disebut sebagai mu`assis (pendiri) dan mujaddid (pembaru) Madrasah Darussalam (sekarang Pondok Pesantren Darussalam).

Karya-karya tulisnya itu adalah: Risâlat al-Tawhîd, Risâlat al-Fiqh, Risâlat fî Sîrat Sayyid al-Mursalîn, Risâlat al-Tajwîd (Targhîb al-Ikhwân fî Tajwîd al-Qur`ân), Kitâb Durûs al-Tashrîf (4 jilid), Tabyîn al-Rawiy bi Syarh al-Arba’în al-Nawawî, Durr al-Farîd fî Syarh Jawharat al-Tawhîd, dan Risâlat Hasbunâ.

Setelah berjuang tiada hentinya, baik melalui pendidikan formal, pengajian dan melahirkan tulisan, Syekh Kasyful Anwar wafat pada malam Senin pukul 21.45 tanggal 18 Syawal 1359 H atau bertepatan pada tanggal 19 Nopember 1940 M dalam usia 55 tahun. Ia dimakamkan di Qubah Kampung Melayu Martapura.

b. Identitas dan deskripsi singkat kitab Risâlat al-Tawhîd

Kitab tauhid yang ditulis oleh Muhammad Kasyful Anwar berjudul Hadzihi Risâlat al-Tawhîd. Risalah ini menggunakan bahasa Arab dan tebalnya 12 halaman. Risalah ini dicetak pada kertas kuning oleh Percetakan Darussalam di Jalan Perwira Komplek Darussalam Tanjung Rema Martapura tanpa meyebut tahun penerbitan.

Secara garis besar isi kitab ini memuat lima pokok bahasan. Pertama, bahasan tentang rukun iman. Di sini disebutkan enam makna rukun iman satu persatu secara singkat dan padat tanpa ada penjelasan lanjutan. Kedua, pasal tentang i’tiqâd kepada Nabi Muhammad. Ketiga, pasal tentang tentang sejumlah i’tiqâd yaitu (1) i’tiqâd bahwa sahabat adalah sebaik umat, (2) wajib taklid kepada salah satu dari empat imam mazhab, (3) i’tiqâd bahwa karamah para wali itu ada, ziarah kubur itu dianjurkan, doa dan bacaan bermanfaat bagi mayyit, dan bertawassul kepada nabi dan wali adalah boleh baik secara syara maupun akal. Kelima, pasal tentang al-kulliyat al-Sitt, dan Keenam, Faidah tentang rezeki

4. Asy’ari Sulaiman (1909-1981 M)

a. Sketsa Biografi Asy’ari Sulaiman

Tuan Guru Haji Asy’ari Sulaiman lahir pada tahun 1909 M di Desa Tangga Ulin Amuntai Hulu Sungai Utara. Ayahnya bernama Haji Sulaiman sedang ibunya bernama Hj Tijarah.

Asy’ari Sulaiman kecil memulai studinya di HIS, ia kemudian mengkonsentrasikan dirinya belajar berbagai cabang ilmu agama kepada ulama lokal. ulama atau tuan guru yang menjadi gurunya di antaranya adalah H. Muhammad Arsyad (Tangga Ulin), H. Jamal (Lokbangkai), H. Khalid (Tangga Ulin), H. Abdurrasyid (Pekapuran) pendiri Pondok Pesantren Rasyidiah Khalidiyah, H. Abdurrahman (Martapura), H. Ahmad (Sungai Banar) dan H. Juhri Sulaiman (kakaknya sendiri). Ia juga pernah belajar di Mekkah.

Aktivitas Haji Asy’ari Sulaiman sehari-hari adalah berdagang, mengajar dan berorganisasi. Ia adalah seorang pedagang emas dan permata di pasar Amuntai. Sebagai seorang ulama, ia mengajar di sejumlah tempat baik di majelis taklim yang diasuhnya maupun pada lembaga pendidikan formal seperti di Madrasah Rasyidiah di Pekapuran (sekarang PP Rakha) dan Madrasah Islam Patarikan. Ia sempat pula menjadi dosen mata kuliah ilmu Kalam di Fakultas Ushuluddin Amuntai ketika fakultas ini dibuka pada tahun 1961.

Asy’ari Sulaiman juga aktif berorganisasi. Ia adalah aktivis organisasi Musyawaratut Thalibin cabang Amuntai. Kemudian ia bergabung dengan Jam’iyah Nahdhatul Ulama (NU). Pada tahun 1953 ketika NU secara resmi menjadi salah satu partai politik di Indonesia, ia ikut dalam pertarungan politik. Pada Pemilu tahun 1955 ia berhasil menjadi anggota DPR tk II mewakili partai Nahdhatul Ulama.

Karya tulis Asy’ari Sulaiman ada dua, yaitu Siraj al-Mubtadi’in dan Mari Berpuasa-Berzakat Fitrah.

Pada tahun 1970-an kesehatan Asy’ari Sulaiman mulai menurun. Pada tahun 1981 Asy’ari Sulaiman meninggal dunia dalam usia 72 tahun. Ia di makamkan di dekat makam mertuanya, Tuan Guru Haji Khalid. Makam mereka dikenal masyarakat Amuntai sebagai Kubah Keramat.

b. Identitas dan deskripsi singkat kitab Sirâj al-Mubtadi`în

Judul lengkap kitab atau risalah ini adalah Sirâj al-Mubtadi`în fî ‘Aqâ`id al-Mu`minîn, diterjemahkan menjadi Pelita Segala Mereka yang Baru Belajar Menyatakan Segala Simpulan Iman Orang Mukmin. Kitab ini diselesaikan pada tanggal 21 Dzulqa’idah 1357 (12 Januari 1939). Kitab ini pertama kali dicetak di Surabaya. Tebal halaman risalah ini adalah 65 halaman (versi cetakan 1975). Format penulisan menggunakan format kitab Arab-Melayu (huruf Arab bahasa Melayu).

Ada enam tema utama yang dibahas dalam kitab ini. Pertama, Sepuluh mabâdi. Kedua, hukum akal. Ketiga, makna hakikat. Keempat, i’tiqâd kepada Allah secara jumlî (global) dan tafshîlî (detil). Kelima, i’tiqâd kepada rasul secara jumlî dan tafshîlî. Keenam, isi kandungan aqa`id dalam kalimat lâ ilâha illallâh muhammadurrasulullah dan makna uluhiyyah

5. Abdurrahman bin Muhammad Ali (1910-1965 M)

a. Sketsa Biografi Abdurrahman bin Muhammad Ali

Abdurrahman bin Muhammad Ali dilahirkan di Desa Padang Darat Kecamatan Amuntai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tanggal 25 Syawal 1328 H atau bertepatan tahun 1910 M. Ia adalah anak pertama dari enam bersaudara.

Abdurahhman bin Muhammad Ali tergolong orang yang suka menuntut ilmu. Ia banyak belajar kepada sejumlah ulama. Untuk mendapat pengetahuan agama dari ulama yang memiliki otoritas ia tidak segan-segan meninggalkan daerahnya untuk belajar. Ini terbukti selain menuntut ilmu di daerah sekitar tempat tinggalnya seperti di Sungai Banar Amuntai ia juga pernah menuntut ilmu di Negara (Hulu Sungai Selatan), di Kutai (Kalimantan Timur) dan Malaysia.

Aktivitas kesehariannya selain sebagai tuan guru (ulama) yang aktif memberikan pengajian agama di tengah masyarakat, ia juga berprofesi sebagai pedagang kitab di Pasar Amuntai. Ia juga aktif berorganisasi pada organisasi keagamaan. Ia adalah anggota organisasi Islam Nahdhatul Ulama (NU) cabang Amuntai.

Ada dua karya tulis Abdurrahman bin Muhammad Ali yaitu Rasam Parukunan dan Kifâyat al-Mubtadi`în. Kedua karyanya ini termasuk di antara karya-karya populer ulama Banjar yang banyak menjadi rujukan dan dibaca diberbagai pelosok di Kalimantan Selatan.

Abdurrahman bin Muhammad Ali wafat pada tanggal 10 Rabiul Akhir 1348 H atau 8 Agustus 1965 dalam usia 55 tahun.

b. Identitas dan deskripsi singkat kitab Kifâyat al-Mubtadi`în

Kitab Kifâyat al-Mubtadi`în diterbitkan pada tahun 1981 dengan tebal 52 halaman. Isi pokok kitab ini adalah sebagai berikut: (1) tiga syarat mengenal Allah dan rasul-Nya, (2) uraian tentang sifat dua puluh, (3) pembagian sifat dua puluh menjadi empat bagian: sifat nafsiyyah, salbiyyah, ma’ânî dan ma’nawiyah, (4) sifat wajib bagi rasul dan lawannya, (5) iman kepada nabi, malaikat, kitab samawi dan hari akhir, (6) makna lâilâhaillallâh (makna kata satu persatu), (7) pembagian mumkin ke dalam empat bagian dan sepulu perkara yang mungkin dikekalkan Allah, (8) peristiwa khâriq al-‘âdâh, (9) iman kepada 25 nabi dan rasul, (10) bahasan tentang iman kepada kitab suci, iman kepada malaikat, dan masalah antara i’tiqâd sesat dengan i’tiqâd Ahlussunnah wal Jama’ah, (11) beberapa aliran kalam, (12) amalan untuk memelihara iman, (13) kelebihan zikir., (14) tambahan-tambahan: riwayat hidup nabi, takut dan harap serta baik sangka kepada Allah, amalan, doa, shalawat, khasiat Surat al-Ikhlas, hadiah bacaan dan syair-syair.

6. Abdul Qadir Noor bin Buwasin (1911-1980 M)

a. Sketsa Biografi Abdul Qadir Noor bin Buwasin

Abdul Qadir Noor bin Buwasin dilahirkan pada tanggal 17 Nopember 1911 M di Desa Padang Kapuh atau Kapuh Padang Kecamatan Simpur, Kandangan. Ayahnya bernama Buwasin dan ibunya bernama Radiyah.

Latar belakang pendidikannya adalah (1) usia tujuh tahun, ia masuk ke Sekolah Rakyat (SR) di kota Kandangan selama enam tahun di Sekolah Rakyat, (2) belajar ke berbagai majelis taklim. Di antara guru-gurunya adalah Haji Abdullah Shiddik, Haji Athaillah, dan Haji Mufti Sulaiman Kandangan, (3) Menempuh studi selama lima tahun di sebuah lembaga pendidikan Islam di Perak Malaysia, (4) Studi di Madrasah Islam Amuntai selama tiga tahun di bawah bimbingan Tuan Guru Haji Abdur Rasyid, dan (5) studi di Madrasah Islam Pandai Kandangan yang juga di pimpin oleh Tuan Guru Haji Abdur Rasyid selesai pada tahun 1938.

Pada tahun 1938, Abdul Qadir Noor mengajar di Madrasah Islam Pandai Kandangan dan membuka pengajian di rumahnya. Pengajian yang dirintisnya kemudian berkembang menjadi sebuah pesantren yang diberi nama pesantren Nurul Falah yang diresmikan tahun 1977. Selain itu ia juga mengajar di sejumlah madrasah seperti Madrasah Islam Pandai Kandangan, Madrasah Takhashshush Diniyah, Madrasah Menengah Tinggi Desa Awang Kiri Kandangan, Madrasah Islam Darul Falah Dasar Hilir.

Abdul Qadir Noor bergabung dengan Partai Masyumi dan sekitar tahun 1965 ia menjadi anggota DPRD Tingkat II Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Di bidang pemerintahan ia pernah menjabat Kepala Kantor Penerangan Agama Islam Kabupaten Hulu Sungai Selatan sekitar tahun 1952.

Karya tulis Abdul Qadir Noor ada tiga yaitu Ibtidâ` al-tawhîd fî ‘Aqâ`id Ahl al-Tawhîd (tauhid), Manasik Haji (fiqih), dan Ilmu Fara`idh (fiqih).

Setelah mengabdikan diri sebagai ulama selama hampir 41 tahun Abdul Qadir Noor wafat dalam usia 69 tahun pada tanggal 5 Jumadil Akhir1400 H atau bertepatan dengan tanggal 20 April 1980 di Desa Padang Kapuh.

b. Identitas dan deskripsi singkat kitab Ibtidâ` al-Tawhîd

Judul lengkap kitab tauhid ini adalah Ibtidâ` al-Tawhîd fî ‘Aqâ`id Ahl al-Tawhîd (Permulaan Belajar Meesakan Allah Ta’ala dalam Kalangan I’tiqad Ahlussunnah Waljamaah). Kitab ini selesai ditulis pada tanggal 21 Syawal 1355 H atau bertepatan tanggal 4 Januari 1937 M. Kitab ini diterbitkan oleh beberapa penerbit di antaranya Bumi Putera Banjarmasin, Percetakan Persatuan Bangil dan Toko Buku Murni Pasar Suka Ramai Banjarmasin. Kitab ini dicetak pada kertas buram berjumlah 32 halaman. Kitab ini ditulis dengan format kitab Arab-Melayu.

Secara garis besar isi kitab ini memuat sembilan bahasan. Pertama, hukum akal. Kedua, sifat yang wajib dan mustahil bagi Allah. Ketiga, sifat nafsiyyah, salbiyyah, ma’ânî dan ma’nawiyyah. Keempat, Al-Istighnâ` wa al-iftiqâr. Kelima, sifat wajib bagi sekalian rasul. Keenam, Al-A’râdh al-bayariyyah. Ketujuh, rasul, malaikat, dan kitab yang wajib diketahui dan diimani. Kedelapan, tentang Nabi: latar belakang, keluarga dan sahabatnya. Kesembilan, kumpulan hadis tentang ilmu dan mengajarkannya.

7. Abdul Muthalib Muhyiddin (1918-1974 M)

a. Sketsa Biografi Abdul Muthalib Muhyiddin

Abdul Muthalib Muhyiddin lahir tanggal 18 Agustus 1918. Ayahnya bernama Muhyiddin dan ibunya bernama Ja’ah.

Latar belakang pendidikan Abdul Muthalib Muhyiddin adalah (1) “Inlandse School” di Amuntai tahun 1927, (2) madrasah “Arabischc School” di Amuntai, (3) “Kweekschool Islam Pondok Modern” Gontor Ponorogo (1939-1942), (4) pendidikan non formal, yaitu pengajian agama di langgar/surau Lok Bangkai.

Aktivitasnya dibidang pendidikan adalah (1) mengasuh pengajian khusus wanita yang diberi nama “Madrasah al Fatah”, (2) mengajar di Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (1942-1974), (3) tenaga pengajar di berbagai tempat antara lain: guru SMPN Amuntai (1948-1949), Guru Agama Nasional Indonesia di Amuntai (1949-1950), guru agama pada SMAN Amuntai (1961-1967), mengajar di Sekolah Menengah Atas Islam Rasyidiyah Khalidiyah (1964-1967), dan dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari di Amuntai (1961-1974).

Jabatan yang pernah didudukinya antara lain: (1) wakil direktur Rasyidiyah Khalidiyah tahun 1945-1951, (2) Direktur Rasyidiyah Khalidiyah tahun 1949, (3) wakil pengasuh pengurus Rasyidiyah Khalidiyah tahun 1951-1974, (4) ketua Direktur Sekolah Persiapan IAIN Antasari tahun 1966, dan (5) Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari di Amuntai (1970-1972), dan Pejabat Sementara Dekan Fakultas Ushuluddin (1972-1974).

Organisasi yang pernah diikutinya adalah (1) Ikatan Madrasah Islam atau Ittihadul Ma’ahidil Islamiyah di Kalimantan Selatan, (2) PMII (Persatuan Madrasah Islam Indonesia). Sedang Aktivitasnya di bidang militer atau pertahanan adalah (1) menjadi staf dan penasehat B.N. 5/S. Kuripan jaya atau “Banten Nasional Amuntai Selatan. Ia juga aktif menentang penjajah melalui tulisan di surat kabar.

Pada tahun 1950 ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Hulu Sungai. Tahun 1952-1956 menjadi anggota DPDS (Dewan Pemerintah Daerah Sementara). Di samping itu 1952 juga menjadi anggota DPRD Sementara Kabupaten Hulu Sungai Utara (Pejabat Bupati Sementara selama satu tahun). Tahun 1960 sebagai anggota BPH (Badan Pemerintahan Harian ) bagian sosial ekonomi. Tahun 1966 menjadi Wakil Ketua DPRD Hulu Sungai Utara.

Karya-karya tulisnya adalah: (1) Sendi Iman, (2) Sendi Islam, (3) Pengetahuan Agama Islam, (4) Risalah Ushuluddin, (5) Mendidik dan Mengajar, (6) Al-Tasawuf Islamy, (7) Ilmu Tauhid, (8) Pase kehidupan, (9) Majmul Adiyah, (10) 17 Tahun Kabupaten Hulu Sungai Utara di susun bersama-sama Yusni Antenas dan Amir Husaini Zam Zam, (11) 50 Tahun Perguruan Islam Rasyidiyah Khalidiyah (salah seorang anggota tim penyusun), dan (12) Mudzakarah Tasawuf.

Setelah mengabdi selama 32 Abdul Muthalib Muhyiddin meninggal pada tanggal 10 April 1974 di Amuntai.

b. Identitas dan deskripsi singkat kitab Sendi Iman, Risalah Ushuluddin, Ilmu Tauhid, dan Pengetahuan Agama Islam

1) Sendi Iman

Buku ini pertama kali diterbitkan tahun 1951 oleh Penerbit Islamiyah Medan. Cetakan keempat diterbitkan oleh penerbit Al-Ichsan Surabaya. Tahun 1963 dan cetakan ke-5 oleh TokoBuku Sumber Amuntai. Buku ini dicetak pada kertas stensil dengan jumlah halaman sebanyak 56 halaman. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia.

Secara garis besar buku ini memuat topik berikut: (1) ilmu Tauhid dan Rukun Iman, (2) makna mukmin, muslim, kafir, murtad, dan munafiq, (3) Hukum akal, hukum syara’, hukum adat, (4) Sifat yang wajib dan yang mustahil bagi Tuhan, (5) Sifat nafsiyyah, salabiyyah, ma’ânî,Ma’nawiyah, (6) Faidah beri’tiqad dengan sifat-sifat Tuhan, (7) Harus bagi Tuhan, (8) Percaya kepada Rasul dan sifat-sifatnya, (9) Mu’jizat dan perbedaannya dengan sihir, (10) Harus bagi rasul-Rasul dan Bilangan Rasul, (11) Percaya kepada malaikat, (12) Percaya kepada Kitab-Kitab Allah, (13) Percaya kepada hari kemudian, (14) Kandungan hari Kiamat, (15) Bertiti di shirath, (16) Sorga dan neraka, (17) Percaya kepada qadla dan qadlar, (18) GanjaranTuhan, dan (19) Sedikit tentang Ilmu Mengajar.

2) Risalah Ushuluddin

Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1968 oleh penerbit Warga Rakha Amuntai. Risalah Ushuluddin ini pada awal diperuntukkan bahan kuliah mahasiswa tingkat propaedeuse pada Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari di Amuntai. Buku ini dicetak pada kertas stensil dengan tulisan bahasa Indonesia, dan jumlah halaman sebanyak 128.

Secara garis besar buku ini memuat topik berikut: (1) Lahirnya tauhid sejak Nabi Adam as., (2) Ketauhidan sesudah Nabi Adam as., (3) Pengutusan rasul-rasul Allah, (4) Riwayat umat yang mengingkari dakwah Rasul, (5) Rasul-rasul keturunan Nabi Ibrahim as., (6) Timbulnya kemusyrikan sesudah Nabi Ibrahim, (7) Penyebaran patung-patung berhala, (8) Kedudukan dakwah Muhammad saw., (9) Keseragaman umat bertauhid, (10) Sendi dakwah rasul, (11) Pokok pelajaran ilmu Tauhid, (12) Keadaan Akidah di masa Rasulullah, (13) Akidah iman di masa Khulafa al-Rasyidin, (14) Timbulnya golongan-golongan umat Islam, (15) Agama Yahudi, (16) Agama Nasrani, (17) Pendapat-pendapat tentang pertumbuhan kepercayaan dan perkembangan agama sedunia, (18) Ketauhidan agama Eropa Kuno, (19) Ketauhidan pada bangsa Mesir kuno, (20) Ketauhidan Hindu, (21) Ketauhidan Agama Parsi, (22) Aliran keagamaan terakhir, (23) Ahmadiyah, dan (24) Aliran Materialistis dan Mekanistis.

3) Ilmu Tauhid

Kitab Ilmu Tauhid ini berasal dari diktat perkuliahan yang diperuntukkan bagi mahasiswa Tingkat Kandidat pada Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari di Amuntai. Karyanya ini diterbitkan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Jami’ah Antasari Amuntai pada tahun 1971. Buku ini dicetak pada kertas stensil dengan jumlah halaman sebanyak 62 halaman.

Secara garis besar buku ini memuat topik berikut: (1) Pengertian Ilmu Tauhid menurut bahasa dan istilah, (2) Sumber Akidah Islam, (3) Akidah Islamiyah meliputi empat macam, (4) Agama-agama Bangsa Arab Jahiliyah, (5) Lahirnya Ilmu Tauhid, (6) Keadaan akidah di masa Rasuluillah, (7) Keadaan akidah di masa Khulafa al-Rasyidin, (8) Keadaan akidah di masa Bani Umayah, (9) Keadaan akidah di masa Bani Abasiyah, (10) Sebab-sebab yang mempengaruhi timbulnya ilmu kalam, (11) Pokok Ilmu Tauhid adalah akidah Islam, (12) Hukum ma’rifah kepada Allah dan Rasul, (13) Pembahasan iman, (14) Aliran ulama Asy’ariyah dan Maturidiyah, (15) Hubungan syahadataini dengan iman, (16) Hubungan amal dengan iman, (17) Aliran Abu Hanifah, (18) Mazhab Khawarij, Mu’tazilah, Fukaha, Muhadisin, (19) Pembahasan tentang Islam, (20) Hubungan Islam dengan Iman, (21) Pembahasan bertambahnya dan berkurangnya iman, (22) Pembahasan perbuatan Allah dan manusia, (23) Qadla dan qadlar, (24) Sifat Allah dan sifat makhluk, dan (25) Ulama modern dan Salaf.

4) Pengetahuan Agama Islam

Buku ini terdiri dari dua jilid, jilid pertama berisi 135 halaman dan jilid kedua berisi 240 halaman. Buku ini dicetak oleh penerbit “Warga Rakha” Amuntai pada tahun 1970 M./1390 H. menggunakan kertas stensil. Buku ini diperuntukkan bagi pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas dan Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Amuntai.

Buku jilid pertama untuk siswa kelas satu berisi pembahasan mengenai keimanan (tauhid), fikih, akhlak, dan sejarah Islam. Materi yang berkenaan dengan keimanan memuat masalah: (1) Tujuan dan maksud mempelajari Ilmu Tauhid, (2) Istilah Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, Ilmu Ushuluddin, (3) Perkembangan dan dalil Ilmu Tauhid, (4) Mengenal sifat dua puluh dan sifat nafsiyah, salabiyah, ma’ani, dan ma’nawiyah, (5) Iman dan Islam, fsiq, mnafiq, mrtad, msyrik, kafir, hukum murtad, musyrik, munafik dan kafir, (6) Dasar-dasar Islam, iman, dan ihsan, (7) Agama ( dien ), (8) Hajat manusia kepada agama, (9) Iman kepada Allah menurut Ahli Barat, (10) Iman kepada Allah menurut Ahlussunnah, (11) Bertambah dan berkurangnya iman, dan (12) Macam-macam kufur, nifaq, syirik dan murtad.

Buku Pengetahuan Agama Islam jilid kedua disajikan untuk siswa kelas dua, yang berisikan masalah keimanan, fikih, dan sejarah Islam. Pembicaraan keimanan dipaparkan di bab I dan bab II yang memuat pokok-pokok bahasan: (1) Pembagian hukum, (2) Hukum mempelajari ilmu tauhid, (3) Dasar Ilmu Tauhid (4) Iman kepada rasul, (5) Mu’jizat, (6) Irhash, (7) Keramat dan Istidraj, (8) Sihir, (9) Percaya kepada hari akhir, (10) Sorga dan neraka, (11) Golongan Ahlu al-Sunnah, (12) Percaya kepada malaikat, (13), Perbedaan Malaikat dan Jin, (14) Percaya kepada kitab-kitab-Nya, (15) Nabi Muhammad saw., (16) Wahyu, ilham dan hadist Qudsi, (17) Tinjauan singkat isi Alquran, (18) Iman kepada qadla dan qadlar, (19) Kedudukan doa di sisi qadla dan qadlar, dan (20) Tawakal.

8. Gusti Abdul Muis (1919-1992 M)

a. Sketsa Biografi Gusti Abdul Muis

Gusti Abdul Muis lahir pada tanggal 12 April 1919 di Samarinda (Kalimantan Timur). Ada pula yang menyebutkan bahwa ia dilahirkan di Karang Intan Kabupaten Banjar. Nama ayahnya adalah Haji Gusti Abdusy Syukur sedang ibunya bernama Hajjah Mastora.

Latar belakang pendidikannya adalah (1) Sekolah Rakyat (Volks School) selesai tahun 1931, (2) Madrasah Tsanawiyah Asy Syafi’iyyah di Samarinda selesai tahun 1933, (3) Madrasah Darussalam Martapura tingkat Aliyah selesai tahun 1936, (4) Kulliyatul Muallimin Gontor Ponorogo tahun 1938, (5) Pesantren Jamsaren Solo, (6) Akademi Ilmu Politik Gajah Mada Yogyakarta tahun 1947 sampai 1948 (tidak selesai).

Kiprahnya di bidang pendidikan adalah (1) guru dan dosen diberbagai lembaga pendidikan, (2) perintis berdirinya Sekolah Wustho Zu’ama Muhammadiyah di Karang Intan Martapura (1940-1942), (3) Dekan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah di Banjarmasin (1964/1965), (4) dosen luar biasa Fakultas Syariah IAIN Antasari (1978-1980), (5) pengasuh Akademi Kulliyatul al-Muballighin, dan (6) Ketua Yayasan dan Rektor pertama UNISKA Muhammad Arsyad al-Banjari (periode 1981-1988).

Ki[rahnya di bidang organisasi sosial dan organisasi keagamaan di antaranya (1) aktif sebagai anggota Muhammadiyah sejak 1932, (2) wakil ketua Badan Pengurus Besar Gerakan Pemuda Indonesia di Jakarta tahun 1950-1953, (3) Pengurus Besar Serikat Buruh Indonesia di Jakarta (1953-1955), (4). Ketua Badan Pengawas Rumah Sakit Islam di Banjarmasin, (5) Pengelola Mesjid Arrahman, (6) Pimpinan Muhammadiyah dari tahun 1975 sampai 1992, dan (7) Ketua Majelis Ulama Indonesia Tingkat I Propinsi Kalimantan Selatan.

Kiprahnya di bidang militer adalah (1) pimpinan Laskar Pusat Pertahanan Kalimantan, (2) pimpinan Ikatan Perjuangan Kalimantan (IPK) di Jakarta (1950), dan (3) anggota komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tahun 1945. Sementara Kiprahnya di bidang politik adalah (1) anggota Partai Masyumi, (2) anggota pimpinan partai Masyumi di Jakarta (1953-1955), (3) Sekretaris Jenderal Masyumi (1955), (4) anggota parlemen (anggota DPRS) di Yogyakarta (1950) dan (5) anggota DPR RI tahun 1950-1960.

Karya-karya tulisnya dalam bentuk buku adalah (1) Iman dan Bahagia (2) Iman dan Ma’rifah, (3) Mengenal Jalan Ke Tasawuf, (4) Insan, (5) Tawasul dan Wasilah, (6) Meninjau Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Kalimantan, (7) Pengantar Ulumul Quran, (8) Isra-Mi’raj dan Jihad-Dakwah, (9) Bukratan Wa Ashila: Doa Pagi dan Petang, (10) Akidah dan Perkembangan Ilmu Kalam dan (11) Risalah Qijamu Ramadlan.

Setelah banyak beraktivitas dalam berbagai bidang, Gusti Abdul Muis akhirnya meninggal pada tanggal 27 September 1992 dalam usia 73 tahun, Ia dimakamkan di Alkah Muhammadiyyah Pekuburan Muslimin Banjarmasin.

b. Identitas dan deskripsi singkat buku Iman dan Bahagia dan Akidah dan Perkembanagan Ilmu Kalam

1) Iman dan Bahagia

Judul lengkap dari buku ini adalah Iman dan Bahagia yang diinspirasi dari judul salah satu bab karya ulama internasional, Yûsuf al-Qardhawî, yang berjudul al-Îmân wa al-Hayah dimana salah satu babnya diberi judul al-îmân wa al-sa’âdah (iman dan bahagia). Buku ini merupakan ikhtisar dari kumpulan ceramah Gusti Abdul Muis yang disampaikannya pada kuliah subuh tiap hari Ahad di Mesjid Ar-Rahman di awal tahun 1975. Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1979 M (1399 H) oleh CV Rapi Banjarmasin dengan ketebalan halaman sebanyak 82 halaman. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia sedang hurufnya adalah huruf latin.

Secara garis besar buku ini memuat delapan bahasan utama yaitu (1) iman melahirkan bahagia, (2) iman menimbulkan perasaan ridha, (3) iman melahirkan rasa aman dan terhindar dari rasa takut dan cemas, (4) Iman membuahkan sikap optimisme dan cita-cita yang kuat, (5) Iman menumbuhkan rasa cinta: cinta pada Allah, cinta pada alam, cinta hidup dan cinta pada sesama manusia, (6) Iman dapat melahirkan “mukjizat”, kekuatan ajaib yang mampu mengubah kepribadian manusia, (7) Iman mendorong orang untuk beramal dan berkarya (bekerja).

2) Akidah dan Perkembangan Ilmu Kalam

Judul buku ini adalah Akidah dan Perkembangan Ilmu Kalam diterbitkan oleh penerbit Lambung Mangkurat Press pada tahun 1988. Jumlah halaman buku ini adalah 38 halaman.

Buku ini secara spesifik menyoroti sejarah perkembangan akidah dan ilmu Kalam berikut dengan tokoh dan aliran yang berperan di dalamnya serta penjelasan sejumlah istilah dan dasar-dasar ilmu tauhid. Aspek akidah dan Kalam yang dibahas dalam buku ini adalah: (1) makna akidah, (2) kemunculan akidah Islam, (3) pergeseran akidah dari konsepnya yang murni, (4) faktor internal penyebab pergeseran konsep akidah, (5) faktor eksternal penyebab pergeseran konsep akidah, (6) sejarah lahirnya Mu’tazilah, (7) dampak penggunaan filsafat dalam merumuskan ajaran akidah, (8) sejarah lahirnya Asy’ariyyah, (9) perkembangan akidah pasca Imam Asy’ari, (10) tokoh-tokoh Ahlussunnah wal-Jama’ah, (11) Aliran Maturidiyah: persamaan dan perbedaannya dengan Asy’ariyyah, (12) Akidah bercorak Sanusiyyah, (13) Sembilan dasar yang harus diketahui dalam mempelajari ilmu tauhid, (14) hukum mempelajari ilmu tauhid, (15) Makna dan paham salaf dan khalaf, dan (16) dua jalan ma’rifah: ma’rifah lewat penggunaan akal dan ma’rifah dengan mengenal asma dan sifat Allah

Penutup

1. Kesimpulan

Ulama Banjar yang memiliki karya di bidang tauhid pada penelitian dilihat dari masa hidupnya adalah para ulama yang hidup mulai dari awal abad ke-19 sampai akhir abad ke-20. Rata-rata mereka adalah alumni pesantren dan orang yang aktif belajar di berbagai pengajian. Di antaranya ada yang berasal dari zuriat ulama seperti Muhammad Thayyib bin Mas’ud al-Banjari, Abdurrahman Shiddiq al-Banjari, dan Abdurrahman bin Muhammad Ali dan adapula yang berasal dari kalangan biasa seperti Abdul Qadir Noor bin Buwasin. Selain berperan sebagai ulama, mereka ada yang bekerja sebagai pedagang atau menjalankan usaha tertentu seperti Asy’ari Sulaiman, Muhammad Kasyful Anwar dan Abdurrahman bin Muhammad Ali. Rata-rata mereka pernah memimpin atau paling tidak menduduki posisi tertentu dalam sebuah lembaga pendidikan seperti Muhammad Kasyful Anwar, Gusti Abdul Muis, Abdul Qadir Noor bin Buwasin dan Abdul Muthalib Muhyiddin. Sebagian mereka juga aktif berorganisasi bahkan ikut dalam partai politik seperti Asy’ari Sulaiman, Abdul Qadir Noor bin Buwasin, dan Gusti Abdul Muis. Di antara mereka adapula yang terlibat dalam dunia akademis atau paling tidak pernah menjadi dosen seperti seperti Gusti Abdul Muis dan Abdul Muthalib Muhyiddin serta Asy’ari Sulaiman.

Kitab tauhid yang ditulis oleh ulama Banjar rata-rata membahas seputar sifat dua puluh dan sifat wajib rasul dan kandungan kalimat syahadatain sebagai bahasan utama. Kitab tauhid dengan format Arab-Melayu semuanya tanpa kecuali masuk dalam kategori ini. Sementara karya tauhid yang bahasannya tidak membicarakan sifat dua puluh secara global dan detil adalah karya tauhid yang bercorak akademis seperti yang ditulis oleh Gusti Abdul Muis (Iman dan Bahagia dan Akidah dan Perkembangan Ilmu Kalam) dan salah satu dari karya Abdul Muthalib Muhyiddin yaitu Risalah Ushuluddin. Buku Akidah dan Perkembangan Ilmu Kalam karya Gusti Abdul Muis dan Risalah Ushuluddin bahasannya lebih bersifat historis yaitu membahas tentang perkembangan historis konsep dan pemikiran yang muncul tentang akidah dari awal sampai bentuknya yang paling akhir.

Beberapa kitab tauhid yang diteliti memberikan tambahan informasi yang tidak berkaitan dengan masalah tauhid. Umumnya tambahan itu terdapat pada bagian akhir kitab tauhid. Tambahan-tambahan itu seperti amalan, doa, dan shalawat seperti pada kitab Kifâyat al-Mubtadi`în, kumpulan hadis tentang belajar dan mengajarkan ilmu seperti pada kitab Ibtidâ` al-Tawhîd, pasal tentang kulliyat al-sitt dan faidah tentang rezeki seperti pada kitab Risâlat al-Tawhîd dan tentang ilmu mengajar seperti pada buku Sendi Iman dan sebagainya.

2. Rekomendasi

Masih banyak kitab tauhid karya ulama Banjar yang belum masuk dalam penelitian ini seperti Risâlat Khulâshah (Haji Sabran), Risalah Pelajaran Ilmu Tauhid (Haji Jafri bin Utuh), Durr al-Farîd fî Syarh Jawharat al-Tawhîd (Muhammad Kasyful Anwar), dan Sirâj al-Mu`minîn (Haji Maseran Fadhli). Karena itu, perlu penelitian lanjutan untuk mengkaji kitab-kitab tauhid lainnya yang belum diteliti sama sekali untuk mengungkap khazanah intelektual yang berkembang pada masyarakat Banjar.

Selain itu, penelitian ini bersifat deskriptif. Karena itu, perlu telaah yang lebih tajam dan mendalam terhadap kitab-kitab tauhid karya ulama Banjar dengan menggunakan pisau analisis yang lebih ketat dan kritis. Para peneliti selanjutnya yang ingin meneliti biografi ulama Banjar dan karya tauhidnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan kajian yang lebih analitis dan kritis atau komparatif.

Daftar Pustaka

Abdul Muthalib Muhyiddin, Sendi Iman, al-Ichsan, Surabaya, 1963.

--------, Risalah Ushuluddin, Amuntai, Warga Rakha Amuntai, 1968.

--------, Ilmu Tauhid, Amuntai, Senat Fakultas Ushuluddin IAIN Jami’ah Antasari, 1971.

--------, Pengetahuan Agama Islam Jilid 1 dan 2, Amuntai, Warga Rakha Amuntai, 1970.

Abdurrahman bin H. Muhammad Ali, Kifâyat al-Mubtadi`în, Banjarmasin, Toko Buku Murni, t.th.

Abdurrahman Shiddiq al-Banjari, ‘Aqâ`id al-Îmân, Ahmadiyah Singapora, t.th.

Abdul Qadir Noor bin Buwasin, Ibtidâ` al-Tawhîd fî ‘Aqâ`id Ahl al-Tawhîd, Banjarmasin, Toko Buku Murni, t.th.

Abu Daudi, Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Tuan Haji Besar), Martapura, Sekretariat Madrasah Sullamul Ulum Dalam Pagar, 1996.

Asy’ari bin Haji Sulaiman, Sirâj al-Mubtadi`în fî ‘Aqâ`id al-Mu`minîn, t.p., t.t.p., 1975.

Gusti Abdul Muis, Iman dan Bahagia, Banjarmasin, CV Rapi, 1979.

--------, Akidah dan Perkembangan Ilmu Kalam, Banjarmasin, Lambung Mangkurat University Press, 1988.

Jurkani Jahja, Unsur-unsur Filsafat dalam Kitab Siraj al-Mubtadiin Karya H. Asy’ari Sulaiman (Penelitian Individual), Banjarmasin, IAIN Antasari, 1995.

Muhammad Kasyful Anwar, Risâlat al-Tawhîd, Martapura, Percetakan Darussalam Tanjung Rema, t.th.

Muhammad Thayyib bin Mas’ud al-Banjari, Miftâh al-Jannah Melayu, Surabaya, Bungkul Indah, t.th.

Munawwar bin Ahmad Ghazali, Nûr al-Abshâr fî Dzikr Nubdzat min Manâqib al-Syaykh Muhammad Kasyful Anwar, Martapura, Majelis Taklim Mushalla Raudhtul Anwar, t.th.

Normawati AS., Kitab Ibtidaut Tauhid Fi ‘Aqaidi Ahlit Tauhid: Studi tentang Isi Kitab Tauhid dan Kedudukannya dalam Masyarakat Islam Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Skripsi), Banjarmasin, Fakultas Uhusluddin IAIN Antasari, 1988.

Rabiatul Aslamiah, Pemikiran Tasawuf Haji Gusti Abdul Muis (Tesis), Banjarmasin, Program Pascasarjana IAIN Antasari, 2003.

Syahriansyah, Corak Pemikiran Tauhid K.H. Gusti Abdul Muis (Laporan Penelitian), Banjarmasin, Pusat Penelitian IAIN Antasari, 2000.

Wan Mohd Shaghir Abdullah, Ulama Nusantara: Muhammad Thaiyib Penerus Tradisi Ulama Banjar”, www.ulama-nusantara-baru.blogspot.com.